Gagal Panen, Petani Kopi Lambar Dilanda Paceklik

0
573

Lampung Barat, buanainformasi.com – Sudah sejak bulan Desember 2017 lalu, warga di Kabupaten Lampung Barat dilanda paceklik khususnya petani kopi. Faktor utama paceklik adalah gagalnya panen kopi sebelumnya, sehingga untuk menutupi kebutuhan petani terpaksa berhutang.

Mat Badri, warga Kecamatan Batu Brak mengatakan, dirinya telah mengaku telah berhutang kepada bos kopi sejak 2 Bulan lalu.

“Tahun lalu panen kopi dari kebun milik saya hanya 5 kuintal saja, semua kebutuhan di ambil dari hasil panen tersebut baik kebutuhan makan, biaya sekolah dan lainnya. bayangkan saja dengan hasil panen 5 kuintal setelah dijual dengan harga 20 ribu, maka saya pegang cuma 10 juta. Uang tersebut untuk kebutuhan 1 Tahun, belum lagi kebun harus tetap dirawat dan dananya diambil dari situ juga. Jauh dari kata cukup, yang ada saya pinjem dulu ke bos kopi dengan konsekuensi di bayar setelah panen dan hasil panen tahun ini dijual ke bos kopi tempat berhutang tadi,” ujarnya.

 

Senada dengan M Badri, warga di Kecamatan Belalau juga mengalami keadaan yang tidak berbeda dengan warga di Kecamatan Batubrak. Salah satu warga di sana Syahlan, mengungkapkan kegelisahannya sejak paceklik melanda.

“Saat ini Petani kopi benar-benar menangis, tadi pagi saya ke pasar untuk membeli rokok lintingan yang akan saya jadikan bekal untuk menginap di kebun. Saya tidak mampu lagi membeli rokok jadi, jadi seadanya aja yang penting bisa merokok. Di pasar juga sepi enggak seperti biasanya, pedagang di pasar juga pada mengeluh karena sepinya pembeli,”kata Syahlan.

Bukan hanya petani kopi saja yang merasakan imbas paceklik, sejumlah bos kopi di Lambar juga uring-uringan karena paceklik. Pasalnya, petani ramai-ramai berhutang dengan bos kopi sehingga bos kopi harus keluar modal pribadi lebih dahulu untuk memberikan sejumlah pinjaman kepada petani.

Paceklik yang dialami petani kopi juga dirasakan para pedagang di pasar-pasar tradisional di Lampung Barat. Pasar terlihat sepi pengunjung hingga turun sampai 60 persen lebih pengunjung.

“Dagangan saya susah lakunya, kalau mau dijual murah juga jarang pembeli dan kita sudah pasti rugi. Tapi kalau tidak begitu stok barang menumpuk dan membusuk, apalagi pedagang sayur seperti saya,”Ujar Sanuri,pedagang sayur. (*)