Bandar Lampung Penacakrawala.com – Seorang hakim di Pengadilan Tinggi Tanjungkarang, Bandar Lampung dan mantan asistennya saling lapor ke polisi.
Hakim berinisial SE (65) itu dilaporkan atas dugaan tindak asusila kepada asistennya, SF (23).
Laporan itu dibuat pada 20 Januari 2024 di Polresta Bandar Lampung.
Sebelumnya, SF juga dilaporkan sang hakim atas dugaan dan penggelapan uang miliknya senilai Rp 125 juta.
Laporan ini dibuat pada 3 Januari 2024 di Polsek Tanjungkarang Timur.
Tribun Lampung mencoba mengonfirmasi saling lapor tersebut kepada yang bersangkutan.
Namun, keduanya tidak bisa memberikan keterangan.
SE saat ditemui di kediamannya sedang jatuh sakit.
Sementara SF tidak diketahui keberadaannya.
Toni Andrian (36), keponakan SE, menceritakan, sebelum adanya saling lapor tersebut, SE dan SF memang sempat bersitegang.
Hal itu didasari atas kecurigaan SE yang uangnya berkurang tanpa sepengetahuannya.
Dijelaskan, SF memegang kartu ATM milik sang hakim.
Harusnya, kata Toni, SF melakukan transaksi keuangan atas perintah SE.
“Namun, jelang akhir tahun memang paman saya sadar uangnya hilang sebesar Rp 125 juta, yang diambil secara bertahap,” kata dia, Selasa (23/1/2024).
Adapun tahapan pengambilan, disebutkan Toni, dilakukan April hingga Oktober 2023.
Saat itu SF masih bekerja dengan sang hakim.
Disinggung soal dugaan tindakan asusila SE kepada SF, Toni dan pihak keluarga tidak mengetahuinya.
“Kita sampai sekarang belum mengetahui. Paman (SE) sedang sakit dan asisten rumah tangga sudah kabur sejak lama,” kata dia.
“ART itu sekarang juga hilang tanpa kabar,” lanjut dia.
Merujuk dari surat laporan polisi, SE disebut mengucapkan kalimat yang tidak senonoh.
Saat dikonfirmasi, Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung Kompol Dennis Arya Putra membenarkan adanya laporan tersebut.
Dia menyebut laporan tersebut masih dalam proses pendalaman.
“Sedang dalam penyelidikan,” kata dia, Selasa (23/1/2024).
Dennis menyebut, laporan tersebut dibuat pada 20 Januari 2024.
Sedangkan peristiwa itu terjadi pada 11 Oktober 2023 lalu.
Atas laporan tersebut, SE terancam pasal 281 KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946. (**/red)