Bandar Lampung, Penacakrawala.com – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, memvonis mantan Kepala Pekon (kades) Purwodadi, Kecamatan Adiluwih, Pringsewu, Subardan (48), dengan hukuman penjara selama 2 tahun penjara.
Terdakwa sudah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Ayat (1) UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang- undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua tahun,” ujar Ketua Majelis Hakim, Hendro Wicaksono, saat membacakan putusan, di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Kamis, (15/9/2022).
Terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Selain itu, Subardan diminta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp200.993.282. Dengan ketentuan, sebulan setelah inkrah jika tak membayar, harta bendanya akan disita. Jika tidak mencukupidi ganti penjara sembilan bulan.
Vonis itu dijatuhi dengan pertimbangan perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah tentang pemberantasan korupsi, berbelit-belit di persidangan, dan terdakwa juga belum mengembalikan kerugian negara.
“Sedangkan pertimbangan meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, berterus terang, dan tulang punggung keluarga,” kata Majelis.
Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni dua tahun dan enam bulan penjara. Atas putusan, jaksa dan terdakwa memilih pikir-pikir sebelum mengajukan banding atau menerima putusan.
Dalam dakwaan dijelaskan, perkara itu bermula saat Pekon Purwodadi memiliki APBDes/Pekon 2019 senilai Rp1,6 miliar. Anggaran itu untuk bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan pekon, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.
“Seluruh kegiatan yang didukung dana APBDes itu dibayarkan terdakwa Nawaji (berkas terpisah). Namun, secara administrasi SPJ dibuat saksi Triyugo (Kaur Keuangan) dibantu perangkat pekon lainnya, karena yang memegang dan mengelola keuangan terdakwa, bukan bendahara,” ujar hakim.
Sementara, dalam mengeluarkan anggara, terdakwa tidak didukung bukti sah karena Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) tidak sesuai dengan anggaran yang sebenarnya dan sarat manipulasi (rekayasa).
“Terdakwa memperoleh keuntungan pribadi dengan melakukan pembelanjaan fiktif, membuat nota fiktif, mark up harga barang, dan mengurangi jumlah barang,” katanya.
Berdasarkan laporan hasil audit Insepktorat Kabupaten Pringsewu, terdapat kerugian keuangan negara Rp200.993.282 dari perbuatan terdakwa.
“Semuanya dinikmati terdakwa dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena terdakwa merasa tidak cukup dari penghasilan yang diterima per bulan sebagai Kepala Pekon Purwodadi,” paparnya.(Red)