Bandar Lampung, Penacakrawala.com – Jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding atas vonis terdakwa korupsi retribusi sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung tahun 2019-2021.
Pengajuan banding tersebut lantaran jaksa tak sependapat dengan penerapan pasal yang digunakan hakim dalam memvonis tiga terdakwa dalam perkara tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh Kasi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung Hasan Basri, Selasa (26/9/2023).
“Ya jaksa banding perkara korupsi DLH,” kata Hasan Basri.
Diketahui, Pengadilan Negeri Tanjungkarang telah menggelar sidang vonis terhadap tiga terdakwa perkara korupsi retribusi sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung pada Kamis (21/9/1023) lalu.
Adapun ketiga terdakwa yang dimaksud yakni mantan Kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah, Kepala Bidang Tata Lingkungan Haris Fadillah, dan Pembantu Bendahara Penerima Hayati.
Dalam putusannya, majelis hakim yang dipimpin Lingga Setiawan memvonis ketiga terdakwa dengan pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana pasal dalam dakwaan primer.
Namun, Hasan mengatakan bahwa pasal yang digunakan oleh JPU dalam tuntutannya adalah pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pasal yang dalam tuntutan berbeda dengan pasal putusan,” ujar Hasan.
“Dalam tuntutan JPU menggunakan pasal 3, sedangkan putusannya pasal 2,” jelasnya.
Untuk diketahui, dalam pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, ancaman pidana penjara maksimalnya 20 tahun dan minimal empat tahun penjara.
Sementara ancaman hukuman pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 adalah maksimal 20 tahun penjara dan minimal hanya 1 tahun.
Terkait hal tersebut, Hasan tidak menjelaskan secara rinci terkait alasan banding terhadap vonis hakim.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang memvonis terdakwa Sahriwansah dengan hukuman 6 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi retribusi sampah pada DLH Bandar Lampung tahun anggaran 2019-2021, Kamis (21/9/2023).
Putusan tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa yakni 2 tahun 6 bulan penjara.
Sahriwansah juga dikenakan hukuman denda senilai Rp 300 juta subsider 6 bulan hukuman penjara.
Majelis hakim juga membebankan pidana berupa uang pengganti kepada terdakwa Sahriwansah senilai Rp 4.395.800.000 dikurangi Rp 2.695.200.000 yang telah dikembalikan ke kas negara.
Sementara, terdakwa Haris Fadillah dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda senilai Rp 200 juta subsider 4 bulan penjara.
Putusan tersebut lebih berat enam bulan dari tuntutan jaksa yakni 3 tahun 6 bulan penjara.
Selain itu, majelis hakim juga membebankan pidana berupa uang pengganti kepada Haris Fadillah senilai Rp 416 juta dikurangi Rp 76 juta yang telah dikembalikan ke kas negara.
Terakhir, Hayati divonis dengan hukuman lima tahun penjara dan denda senilai Rp 200 juta subsider 4 bulan penjara.
Putusan tersebut lebih berat enam bulan dari tuntutan jaksa yakni 4 tahun 6 bulan penjara.
Selain itu, majelis hakim juga membebankan pidana berupa uang pengganti kepada terdakwa Hayati senilai Rp 984 juta dikurangi Rp 108 juta yang telah dikembalikan ke kas negara. (**/red)