Lampung Selatan, buanainformasi.com – Kepala Badan Pertanahan Nasional Lampung Selatan Ahmad Aminulloh mengusir wartawan saat meliput kedatangan sejumlah warga Kalianda yang mempertanyakan kelambatan proses sertifikatnya pada Rabu, 4 April 2018.
Saat menerima sejumlah warga, Kepala BPN tampaknya tidak senang direkam dengan kamera. Ia tidak hanya meminta wartawan ke luar ruangan, tetapi juga mengusirnya, dengan mendorong tubuh jurnalis tersebut ke luar.
Sabda Fajar, wartawan yang diusir, juga dipaksa keluar oleh staf BPN yang lain. Mengawasinya untuk tidak lagi masuk ke dalam ruangan tersebut.
Merasa diusir semena-mena, Sabda Fajar, melapor ke PWI Lampung Selatan. Ia juga membawa bukti rekaman pengusiran dari Kepala BPN tersebut.
Alfandi, ketua PWI Lampung Selatan, melihat perbuatan Kepala BPN itu sebagai arogan. Ia mengaku sudah menghubunginya, namun Ahmad Aminulloh mengaku sedang sibuk.
“Kita akan teruskan perkara ini, karena sesuai UU Pokok Pers, orang yang menghalangi tugas jurnalistik bisa dikenakan hukuman penjara,” katanya.
Menanggapi kejadian itu, Ketua PWI Perwakilan Lampung Selatan, Alpandi, menyayangkan kejadian tersebut.
Dia menilai, wartawan tersebut sudah menjalankan tugas jurnalistik sudah sesuai kode etik yang telah diatur dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang kode etik jurnalistik.
“Jika itu rapat tertutup, seharusnya kapala BPN mengedepankan etika. Bukan mengusir secara kasar, itu sama saja melecehkan profesi wartawan,” ujar Alpandi.
Sementara, Wakil Ketua PWI Lampung Bidang Hukum dan Pembelaan Wartawan Juniardi mengatakan, di era keterbukaan informasi sekarang ini seharusnya tidak ada lagi seperti kejadian tersebut. Apalagi dalam kegiatan diranah badan publik.
“Kenapa malah pihak BPN yang mengusir. Ini sangat disayangkan,” tegasnya.
Apalagi menurut Juniardi, kasus pertanahan ini erat kaitannya dengan masyarakat banyak. Di situ ada peran wartawan sebagai kontrol sosial. Mengingat dalam UU pers disebutkan pihak yang menghalangi tugas jurnalistik bisa dipidana dua tahun penjara denda Rp500 juta.
“Yang perlu diingat BPN adalah institusi pelayanan publik dan bukan institusi kepentingan pribadi atau sekelompok orang,” ujarnya.
Dia menegaskan, apa yang dilakukan Pejabat BPN itu telah menghalang-halangi kerja kerja pers dan melanggar UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pokok Pers dan UU Nomor 14 tahun tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Lebih jauh dirinya mengatakan, harus diketahui kerja pers memiliki stantar dan batasan peliputan serta kode etik pada saat menjalankan tugas.
“Wartawan punya standar kerja pada saat peliputan. Yang tidak bisa diliput dan mengambil gambar seperti rapat pembahasan tentang keamanan negara, keamanan presiden saat melakukan kunjungan kerja, peradilan anak, rapat internal penyidik, sidang asusila serta menyangkut dengan rahasia negara. Kalau hanya pengambilan dokumen oleh penyidik apa lagi pertemuan masyarakat dengan pejabat publik jelas keliru jika dibatasi,” tutupnya.(*)