Lindungi Perempuan di Konflik Sosial, Kementerian ini Apresiasi Gubernur Ridho 

0
786

Lampung, buanainformasi.com – Konsistensi Gubernur Lampung M.Ridho Ficardo terhadap perlindungan dan pemberdayaan perempuan dalam konflik sosial patut diacungi jempol.

Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan pada Situasi Darurat dan Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nyimas Aliah mengatakan bahwa empat regulasi yang diterbitkan Gubernur Lampung sebagai bukti seorang kepala daerah yang peduli terhadap perempuan.

“Kami mengapresiasi komitmen Gubernur Lampung dalam menjaga, melindungi dan memberdayakan kaum perempuan,” kata Nyimas dalam acara fasilitasi tindak lanjut kelompok kerja dan rencana aksi daerah perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik sosial Provinsi Lampung, di Ruang Wayhalim Hotel Horison, di Bandarlampung, Selasa (15/8/2017).

Empat regulasi yang mendapat apresiasi pemerintah yakni Peraturan Gubernur Lampung No.34 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial di Provinsi Lampung.

Kedua, Keputusan Gubernur Lampung No: G/519/II.12/HK/2016 tentang Pembentukan Tim Kelompok Kerja Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial di Provinsi Lampung.

Ketiga, Keputusan Gubernur Lampung No: G/301/VII.01/HK/2017 tentang Pembentukan Tim Terpadu Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Konflik Sosial Provinsi Lampung.

Keempat, Keputusan Gubernur Lampung No: G/302/VII.01/HK/2017 tentang Rencana Aksi Daerah Penanganan Konflik Sosial Provinsi Lampung tahun 2017.

“Regulasi ini mengacu pada Perpres Nomor 18 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Dalam Konflik Sosial. Karena konflik sosial menjadi salah satu fokus dan perhatian pemerintah diantara permasalahan sosial lainnya yang terjadi dan membutuhkan penanganan serius,” ujar Nyimas.

Menurut dia, berdasarkan data BPS tahun 2014 jumlah penduduk Indonesia hampir sebagian besar 64% yakni perempuan dan anak yang tinggal di daerah rawan konflik. Seperti di wilayah Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, dan Papua.

“Karena konflik yang sering terjadi, maka dibuatlah Perpres. Ke depan diharapkan Provinsi Lampung melahirkan perempuan-perempuan yang dapat menjadi perunding dan pendamai dalam konflik,” harapnya.

Nyimas juga mengapresiasi Provinsi Lampung yang mendapatkan peringkat pertama sebagai pelapor hasil evaluasi renaksi 2016 di tingkat nasional.

Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung, Dewi Budi Utami melaporkan bahwa Pemerintah Provinsi Lampung mengerluarkan Peraturan Gubernur No.34 tahun 2016 tentang Rencana Aksi Daerah Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anaka dalam Konflik Sosial Tahun 2016-2019.

Selain itu, kata dia, diterbitkan SK Gubernur Lampung nomor G/519/II.12/HK/2016 tentang Pembentukan Tim Kelompok Kerja Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam konflik sosial provinsi Lampung 2016-2019.

“Diharapkan seluruh SKPD mendukung dan melaksanakan serta menindaklanjuti Rencana Aksi tersebut,” ujarnya. (*/D)