Way Kanan, buaninformasi.com – Pembangunan infrastruktur dan pengembangan desa tertinggal yang menjadi salah satu program unggul pemerintah Republik Indonesia saat ini sungguh sangat berbanding terbalik dengan apa yang terlihat di Dusun V-VI Olok Gading Way Kanan yang terisolir dan sangat memprihatinkan dimana masyarakat hidup “masih dibawah garis kemiskinan” tepatnya di Kampung Kantong Negri Besar Dusun V-VI Olok Gading yang berpenduduk Lebih Kurang 80 Kepala Keluarga.
Pantauan buanainformasi.com dilokasi pemukiman penduduk ini, masyarakat nya yang kebanyakan bekerja sebagai buruh harian lepas di saat panen tebu datang dan meleles singkong dengan penghasilan sangat pas-pas an, namun sangat di sayangkan luput dari perhatian pemerintah Daerah Kabupaten Way Kanan.
Bapak Herman (50) mantan kepala dusun,saat di konfirmasi buanainformasi.com mengatakan dirinya tinggal di Dusun VI Olok Gading, Kampung Negri Besar, “sampai saat ini genap 12 tahun, dengan tingkat kehidupan dan perekonomian yang cukup hanya menyambung lapar saja jelas sangat sulit, tuturnya. Namun mau kami apakan lagi inilah nasib kami”, ujarnya hal ini juga di amini oleh Kepala dusun VI sunari (30) yang baru menjabat tiga bulan di tahun 2018, mengatakan serupa dengan herman, tentang keseharian warga masyarakat dusun olok gading atau yang di kenal tran-7, “kami sangat berharap perhatian pemerintah kepada kami masyarakat yang lemah khususnya fasilitas penerangan kesehatan, dan lainnya”, ujar kepala dusun.
Selanjutnya di tempat terpisah Sutarman (45) warga masyarakat dusun V olok gading juga demikian, mengatakan tentang pahit getir menjalani kehidupan menjadi orang pinggiran, “namun ini adalah tempat yang sudah kami diami sejak berpuluh-puluh tahun, kami sangat berharap perhatian pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Way Kanan”, kata dia.
Masih bersama sutarman, melanjutkan bahwa “dalam kondisi masyarakat yang demikian ini kami pun dihadapkan pada persolan PTSL Sertifikat masal yang belum kami terima, padahal semua persyaratan administrasi sudah kami lengkapi, dari berkas sampai kepembiayaan yang mencapai Rp 1.250.000./Sertifikat dengan jumlah 56 buku 90 persen biaya sudah kami setorkan dengan carik (sekdes) yang bernama rusdi pada tahun 2017 namun sampai saat ini sertifikat tersebut belum kami terima”, ujar sutarman.
Tambahnya,”saya berharap kepada pemerintah daerah khusus nya BPN agar dapat memperhatikan dan segera mengeluarkan sertifikat kami dalam waktu dekat ini”, tutupnya.(lipsus)