Jakarta, Penacakrawala.com – Director of Central Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy buka suara sesuai pakar transportasi Djoko Setijowarno menilai ojek online atau ojol sebagai bisnis gagal. Menurut dia, saat ini fokus Grab Indonesia adalah menjadi platform yang menawarkan peluang penghasilan yang berkelanjutan.
Tirza menjelaskan bahwa Grab menyediakan aplikasi yang dapat diakses secara fleksibel dan dapat disesuaikan oleh kebutuhan para mitra pengemudi. Tentu dengan tetap mempertimbangkan adanya keseimbangan antara permintaan pasar dan jumlah mitra pengemudi guna menjaga kesinambungan pendapatan.
“Grab juga secara konsisten memonitor perkembangan pendapatan mitra dan permintaan penumpang sebagai salah satu indikator keseimbangan penawaran dan permintaan (supply dan demand),” ujar dia Rabu (12/10/2022) pagi.
Menurut dia, Grab juga menekankan bahwa mitra pengemudi merupakan salah satu pemangku kepentingan utama dalam ekosistem industri transportasi online (ride-hailing). “Grab berkomitmen untuk mendukung kesejahteraan para mitra pengemudi dalam jangka panjang,” tutur dia.
Tirza menjelaskan transportasi online memiliki prinsip, model bisnis, dan beragam aspek yang berbeda dengan transportasi umum konvensional. Sehingga, dia berujar, untuk memajukan dan memastikan keberlangsungan industri transportasi online yang menaungi jutaan mitra, maka dibutuhkan pendekatan khusus.
“Yang tepat sasaran sesuai dengan keseluruhan aspek di ekosistem transportasi online,” ucap Tirza.
Sebelumnya, Djoko Setijowarno menilai ojol sebagai bisnis gagal karena driver-nya kerap mengeluh dan demo. Selain itu, kata dia, pengemudi ojol sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar
“Kegagalan bisnis transportasi daring sudah terlihat dari pendapatan yang diperoleh mitranya atau driver ojek daring,” ujar Djoko Senin, (10/10/2022).
Menurut Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu, saat ini pendapatan rata-rata driver ojol di bawah Rp 3,5 juta per bulan. Angka itu bisa dihasilkan dengan lama kerja 8 -12 jam sehari, selama 30 hari kerja tanpa adanya hari libur selayaknya mengacu aturan Kementerian Ketenagakerjaan.
“Pendapatan ojek daring rata-rata masih sebatas kurang dari Rp 3,5 juta per bulan,” ucap Djoko.
Angka tersebut, kata Djoko, tidak sesuai dengan janji aplikator pada 2016 yang menjanjikan mencapai Rp 8 juta per bulan. Sehingga saat ini, Djoko melanjutkan, sulit menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup, karena aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, yang menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand.(**/Red)