Pasca SMA/SMK Diambil Alih Provinsi Masih Sisakan Beragam Persoalan

0
619

Lampung Utara, buanainformasi.com – Wajah buruk dan potret buram masih menyelimuti dunia pendidikan di Lampung. Perlakuan tidak adil dan diskriminatif serta kekerasan dalam dunia pendidikan masih mewarnai carut-marutnya tindakan yang melanggar hukum belum dapat terhindarkan dan terwujud sepenuhnya dalam peningkatan mutu pendidikan nasional.

Khususnya dibidang pungutan dana pada peserta didik dan wali murid yang telah terjadi pada tahun 2017 masa transisi SMA/SMK diambil alih kembali oleh provinsi Lampung sebagai penanggung jawab kebutuhan pendidikan dalam biaya non-personalia yang telah dianggarkan dalam APBN.

Beberapa walimurid dan siswa menyatakan dengan awak media buana informasi,Senin, (2/4/2018). bahwa pada tahun 2017 mereka telah diminta oleh pihak sekolah untuk membayar uang SPP anak-anak mereka di SMA Negeri I Abung Barat,dan SMA Negeri I Sungkai Jaya.

Para wali murid juga membeberkan pungutan yang diminta oleh pihak sekolah berpariasi dari Rp 50.rb-Rp.200.rb/peserta didik.

“Perihal pungutan yang diminta dari pihak sekolah kami memang merasa keberatan tapi karena kami ingin anak kami tetap sekolah melanjutkan cita-cita mereka dengan secara terpaksa harus kami bayar.tutup para wali murid.

Ditemui terpisah, Siswa lulusan SMA Abung Barat juga mengungkapkan hal yang serupa, begitu juga Siswa SMA Negeri I dan III Kotabum.  Permasalahannyapun sama, mereka diharuskan membayar uang SPP dari Bulan Januari sampai Juni dengan nilai yang berbeda.

M.Gunadi selaku Ketua Lembaga Independen Pemantau Anggaran Negara (DPD LIPAN) Lampung Utara mengungkapkan, pungutan liar di sektor pelayanan publik merupakan masalah lama, yang mungkin saat ini ada banyak perubahan bentuk dan jenisnya.

“Karna sifat dari masalah pungutan liar itu akan mengalami perubahan bentuk dan jenis sesuai dengan peluang dan celah yang ada. Pungutan liar terus terjadi dan masyarakat terbiasa menerima dan melakukan, akhirnya pungutan liar menjadi lumrah dan kalau tidak melakukan seperti janggal,”kata Gunadi.

Gunadi menjelaskan, dalam kajian pungutan liar adalah sama dengan korupsi dan perlu di cermati dan diwaspadai oleh semua masyarakat, dan sedikitnya ada 50 jenis pungli di sekolah antara lain :

  1. Uang Pendaftaran Masuk
  2. Uang Komite
  3. Uang Osis
  4. Uang Ekstrakurikuler
  5. Uang Ujian
  6. Uang Daftar ulang
  7. Uang Studi Tour
  8. Uang Les
  9. Uang Buku Ajar
  10. Uang Paguyuban
  11. Uang Syukuran
  12. Uang Infak
  13. Uang Fotocopy
  14. Uang Perpustakaan
  15. Uang Bangunan
  16. Uang LKS
  17. Uang BUku Paket
  18. Uang Bantuan Insindental
  19. Uang Foto
  20. Uang Perpisahan
  21. Uang Sumbang Pergantian Kepala Sekolah
  22. Uang Seragam
  23. Uang Pembuatan Pager/bangunan fisik
  24. Uang Pembelian Kenang-Kenangan
  25. Uang Pembelian
  26. Uang Try OUT
  27. Uang Pramuka
  28. Uang Asuransi
  29. Uang Kalender
  30. Uang Partisipasi Masyarakat Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
  31. Koperasi
  32. Uang PMI
  33. Uang Dana Kelas
  34. Uang Denda Jika Siswa Melanggar Peraturan
  35. Uang UNAS
  36. Uang Ijazah
  37. Uang Formulir
  38. Uang Jasa Kebersihan
  39. Uang Dana Sosial
  40. Uang Jasa Penyebrangan Siswa
  41. Uang Map Ijazah
  42. Uang Legalisasi
  43. Uang Administrasi
  44. Uang Panitia
  45. Uang Untuk Mendapatkan Siswa Kesekolah
  46. Uang Listrik
  47. Uang Gaji Honorer dan Gaji Honor Tidak Tetap
  48. SPP Sumbangan Pembayaran Pendidikan
  49. Program Bansos DAK
  50. Blograen Penarikan Setoran Kepada Penanggung Jawab Anggaran Kepala Sekolah.

“Coba kita pahami PERMENDIKBUD No 44 Tahun 2012 tentang sumbangan dan pungutan Sekolah dalam Perbedaanya: Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.

Ayat 2 : Sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu,”ujar Gunadi

Gunadi berharap masyarakat cukup bisa membedakan antara sumbangan dengan pungutan yang mengikat, bila ini terjadi di wajibkan wali murid untuk melaporkan perbuatan pihak sekolah kepada Saber Pungli Terdekat. (lipsus)