Lampung Utara, buanainformasi.com – Wajah buruk dan potret buram masih menyelimuti dunia pendidikan di Lampung. Perlakuan tidak adil dan diskriminatif serta kekerasan dalam dunia pendidikan masih mewarnai carut-marutnya tindakan yang melanggar hukum belum dapat terhindarkan dan terwujud sepenuhnya dalam peningkatan mutu pendidikan nasional.
Khususnya dibidang pungutan dana pada peserta didik dan wali murid yang telah terjadi pada tahun 2017 masa transisi SMA/SMK diambil alih kembali oleh provinsi Lampung sebagai penanggung jawab kebutuhan pendidikan dalam biaya non-personalia yang telah dianggarkan dalam APBN.
Beberapa walimurid dan siswa menyatakan dengan awak media buana informasi,Senin, (2/4/2018). bahwa pada tahun 2017 mereka telah diminta oleh pihak sekolah untuk membayar uang SPP anak-anak mereka di SMA Negeri I Abung Barat,dan SMA Negeri I Sungkai Jaya.
Para wali murid juga membeberkan pungutan yang diminta oleh pihak sekolah berpariasi dari Rp 50.rb-Rp.200.rb/peserta didik.
“Perihal pungutan yang diminta dari pihak sekolah kami memang merasa keberatan tapi karena kami ingin anak kami tetap sekolah melanjutkan cita-cita mereka dengan secara terpaksa harus kami bayar.tutup para wali murid.
Ditemui terpisah, Siswa lulusan SMA Abung Barat juga mengungkapkan hal yang serupa, begitu juga Siswa SMA Negeri I dan III Kotabum. Permasalahannyapun sama, mereka diharuskan membayar uang SPP dari Bulan Januari sampai Juni dengan nilai yang berbeda.
M.Gunadi selaku Ketua Lembaga Independen Pemantau Anggaran Negara (DPD LIPAN) Lampung Utara mengungkapkan, pungutan liar di sektor pelayanan publik merupakan masalah lama, yang mungkin saat ini ada banyak perubahan bentuk dan jenisnya.
“Karna sifat dari masalah pungutan liar itu akan mengalami perubahan bentuk dan jenis sesuai dengan peluang dan celah yang ada. Pungutan liar terus terjadi dan masyarakat terbiasa menerima dan melakukan, akhirnya pungutan liar menjadi lumrah dan kalau tidak melakukan seperti janggal,”kata Gunadi.
Gunadi menjelaskan, dalam kajian pungutan liar adalah sama dengan korupsi dan perlu di cermati dan diwaspadai oleh semua masyarakat, dan sedikitnya ada 50 jenis pungli di sekolah antara lain :
- Uang Pendaftaran Masuk
- Uang Komite
- Uang Osis
- Uang Ekstrakurikuler
- Uang Ujian
- Uang Daftar ulang
- Uang Studi Tour
- Uang Les
- Uang Buku Ajar
- Uang Paguyuban
- Uang Syukuran
- Uang Infak
- Uang Fotocopy
- Uang Perpustakaan
- Uang Bangunan
- Uang LKS
- Uang BUku Paket
- Uang Bantuan Insindental
- Uang Foto
- Uang Perpisahan
- Uang Sumbang Pergantian Kepala Sekolah
- Uang Seragam
- Uang Pembuatan Pager/bangunan fisik
- Uang Pembelian Kenang-Kenangan
- Uang Pembelian
- Uang Try OUT
- Uang Pramuka
- Uang Asuransi
- Uang Kalender
- Uang Partisipasi Masyarakat Untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
- Koperasi
- Uang PMI
- Uang Dana Kelas
- Uang Denda Jika Siswa Melanggar Peraturan
- Uang UNAS
- Uang Ijazah
- Uang Formulir
- Uang Jasa Kebersihan
- Uang Dana Sosial
- Uang Jasa Penyebrangan Siswa
- Uang Map Ijazah
- Uang Legalisasi
- Uang Administrasi
- Uang Panitia
- Uang Untuk Mendapatkan Siswa Kesekolah
- Uang Listrik
- Uang Gaji Honorer dan Gaji Honor Tidak Tetap
- SPP Sumbangan Pembayaran Pendidikan
- Program Bansos DAK
- Blograen Penarikan Setoran Kepada Penanggung Jawab Anggaran Kepala Sekolah.
“Coba kita pahami PERMENDIKBUD No 44 Tahun 2012 tentang sumbangan dan pungutan Sekolah dalam Perbedaanya: Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
Ayat 2 : Sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu,”ujar Gunadi
Gunadi berharap masyarakat cukup bisa membedakan antara sumbangan dengan pungutan yang mengikat, bila ini terjadi di wajibkan wali murid untuk melaporkan perbuatan pihak sekolah kepada Saber Pungli Terdekat. (lipsus)