Polres Lamtim Ajak Jurnalis Deklarasi Anti Hoax

0
614

Lampung Timur, buanainformasi.com – Kapolres Lampung Timur Mendeklarasikan anti Hoax dan ujaran kebencian bersama tokoh Agama, Ormas, OKP, LSM, pelajardan Masarakat serta para jurnalis Lampung Timur dimapolres setempat, Selasa,(13/3).

Seluruh peserta membacakan deklarasi anti hoax dan ujaran kebencian demi terciptanya situasi keamanan yang kondusif dalam mengawal pesta demokrasi Pemilihan Gubernur Lampung pada 27 Juni 2018 mendatang.

Kapolres Lampung Timur AKBP Yudy Chandra Erlianto mengatakan, melalui deklarasi ini diharapkan masyarakat dapat memahami bahaya informasi hoax dan ujaran kebencian di media sosial, apalagi menjelang pilkada.

“Saya mengajak seluruh warga agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial, apalagi sudah ada aturannya. Jangan sampai komentar di media sosial dapat membuat gaduh pengguna lain,” ungkapnya.

Sekretaris PWI Lampung Timur, Musannif Effendi mewakili ketua PWI Lampung Timur mengatakan, pers di Indonesia sudah relatif bebas. Salah satunya dilihat dari tumbuhnya kuantitas media karena kemudahan untuk mendirikannya. Menurut catatan Dewan Pers, dari total 47 ribu media di Tanah Air, sebanyak 2.000 merupakan media cetak, 1.500 radio dan TV serta 43.500 media online.

Meski mudah dan dijamin oleh demokrasi, pers hendaknya tetap bertanggung jawab dan netral. Pers hendaknya juga menyalurkan suatu kebenaran karena itu masyarakat juga hendaknya mampu memilah berita-berita yang tersebar luas untuk menghindari kabar hoax yang kerap muncul di zaman ini.

 

“Berita hoax menjadi marak akibat rendahnya literasi masyarakat terhadap informasi yang tersaji di media maupun sosial media dengan perkembangan teknologi informasi.Rendahnya literasi masyarakat dipengaruhi banyak faktor, di antaranya kecenderungan hanya membaca judul berita tanpa melihat apalagi memahami isinya. Dalam statistik sebuah lembaga, hampir 40% konten di media sosial tidak pernah dibuka sepenuhnya,” jelasnya.

Padahal, sebagian konten berita hoax itu judulnya pasti bombastis, sedangkan isinya biasa tidak ada apa-apanya. Fakta inilah yang menjadi salah satu cikal bakal berita hoax.

Effendi menambahkan, dengan makin mudahnya akses informasi dan masyarakat mampu menjadi penyebar informasi. Terkesan bahwa pers tidak ada batasannya. Pemerintah hendaknya juga tegas terhadap pers yang terindikasi disalahgunakan. Pers harus memiliki karakter dengan membuat berita fakta bukan opini, dengan pers yang bertanggung jawab dan budaya gemar membaca, berita hoax dapat diminimalkan di samping berjayanya kebebasan pers di Indonesia.

Pelaku penyebar hoax bisa terancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Di dalam pasal itu disebutkan, Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.

“Jadi mulai sekarang setiap orang harus berhati-hati dalam menyebarkan pesan berantai lewat perangkat elektronik. Sekarang banyak pesan pendek (SMS), maupun e-mailhoax yang berseliweran. Yang mem-forward, disadari atau tidak, juga bisa kena karena dianggap turut mendistribusikan kabar bohong,”pungkasnya. (lipsus)