“Tikus – tikus tak pernah kenyang.. Otak Tikus bukan otak udang.. Kucing datang Tikus menghilang”

0
1519

Lampung Utara, BITV – Indonesia dilanda krisis pangan pasalnya banyak sawah rakyat diseluruh wilayah indonesia selalu diserang wabah hama curut alias (Tikus), meskipun berbagai cara dilakukan oleh masyarakat untuk membasmi tikus-tikus, namun tetap tidak pernah habis, “itulah sebuah perumpamaan yang tergambar pada republik Indonisia dalam ilustrasi berfikir awam bahwa indonesia dilanda krisis ekonomi, hal ini disebabkan oleh para koruptor yang menjadi salah satu faktor pemicu dengan julukan tikus-tikus kantor.

Kita pasti mengenal hewan yang satu ini, binatang pengerat ini sangat familiar di masyarakat kita dengan nama TIKUS, secara umum tikus adalah hewan yang keberadaannya cenderung mendatangkan kerugian serta ketidak nyamanan bagi kehidupan manusia. Hal ini terkait dengan kebiasaan atau pola hidupnya tikus yang identik dengan penyebab kerusakan di sawah atau di rumah ataupun di kantor-kantor dengan perilakunya yang selalu menimbulkan kerusakan untuk memenuhi hasratnya dalam memperoleh makan, tikus yang di juluki binatang predator ini sangat cocok bila di analogikan seperti para oknum pejabat yang berhati kotor yang selalu menggerogoti sistem dan hukum direpublik ini dengan menghalalkan segala cara demi memenuhi hasratnya untuk memperkaya diri serta kelompoknya melakukan korupsi,kolusi dan nepotisme secara beramai – ramai layaknya seperti gerombolan tikus menyerang sawah petani hingga mengalami gagal panen.

Layaknya sebagai mahluk predator tikus baik sendiri maupun berkelompok kehadirannya di manapun selalu di antisipasi sebab kehadirannya sungguh merupakan wabah bagi mahluk lain disekitarnya,namun tidak dapat dipungkiri tikus selalu mampu dan ada disekeliling kita, demikianlah halnya dengan para pelaku korupsi alias koruptor yang kehadirannya dapat selalu dipastikan merusak tatanan, baik tatanan sosial,ekonomi,politik bahkan ideologi sebuah bangsa, sehingga selayaknya pelaku korupsi harus diberikan hukuman yang sangat berat bahkan sangat mungkin untuk di miskinkan agar menjadi efek penangkal serta membuat jera bagi yang lainnya.

Dalam upaya membasmi oknum koruptor yang seperti tidak ada habisnya direpublik ini, seyogyanya aparatur penegak hukum khususnya Kejaksaan sebagai lembaga ADHYAKSA, dapat selalu berinovasi membuat langkah langkah hukum terobosan guna mengantisifasi perilaku para oknum koruptor yang selalu mencari celah merampok uang rakyat seperti halnya tikus di sawah yang selalu berkembang biak seakan tidak pernah ada habisnya.

Para koruptor memang licik dan cerdik seperti tikus ia memiliki berbagai cara untuk dapat memenuhi hasrat rakusnya demi perut dan kepentingannya sendiri, Ketika aktivitas mulai terendus, maka dengan segera ia melarikan diri atau bersembunyi dan berdiam diri seakan tidak terjadi apa apa di dalam persembunyian nya hingga sang pemburu kembali lengah dan sang tikus mulai beraksi kembali.

“Kajian dasar tentang tikus, mulut dan hidungnya panjang, mata juling serta ekornya yang panjang seakan merupakan simbol yang menandakan dalam kehidupanya tikus merupakan sosok yang mudah menyelusup dalam semak belukar untuk mengamankan atau menyembunyikan mangsanya,” seperti para pelaku koruptor, yang mengalihkan rekening pribadinya agar tidak tercium harta dan kekayaannya yang bersumber dari hasil korupsi, dengan membuka bermacam usaha yang seakan merupakan penghasilan tambahan dari tunjangan dan insentif khusus, Kejaksaan Sebagai Lembaga hukum selayaknya tetap menjadi benteng terdepan dalam mengantisipasi dan menghukum siapapun yang melakukan tindakan melawan hukum baik sendiri maupun secara bersama sama dan merugikan negara dengan menjadi pelaku KKN (korupsi,kolusi dan nepotisme) semoga dari cerita tikus ini kita dapat satukan langkah, satukan tujuan, serukan pemberantasan KORUPSI,KOLUSI dan Nepotisme di negeri yang kita cintai bersama INDONESIA.

Penulis : Gunadi