Bandar Lampung, BITV – Senator Andi Surya menggelar konferensi pers di Kantor Kesekretariatan Perwakilan DPD RI Lampung, Jalan Pattimura, Bandar Lampung, Jumat (25/1/2019).
Begitu juga dengan pernyataan Rektor UIN Raden Intan Prof Mukri soal dugaan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian terhadap UIN dengan terlapor Andi Surya.
Anggota DPD RI Andi Surya menyebut dirinya menghormati proses hukum yang ada. Namun, ia tetap merasa dikriminalisasi lantaran sebagai anggota MPR/DPR RI, ia dilindungi hak imunitas parlemen sesuai amanat UUD 1945 dan UU MD3.
“Silahkan saja saya dilaporkan. Saya juga tidak mengambil langkah mediasi. Saya tidak salah, saya sekadar menjalankan tugas dan fungsi sebagai anggota parlemen,” tandas Andi Surya.
Andi mengatakan sebagai seorang anggota parlemen dirinya memiliki fungsi dan tugas merespons aspirasi masyarakat dalam batas kewenangan konstitusional terkait dugaan peristiwa asusila di wilayah pemilihannya.
“Menurut saya, rilis yang saya kirim sangat normatif. Tidak ada bahasa fitnah maupun
pencemaran nama baik yang disebutkan. Karena konten, frasa, dan diksi yang dirilis terkait sarang maksiat, tidak menggeneralisasi personal maupun institusi UIN,” katanya.
Karena itu ia meminta tidak salah persepsi karena haknya untuk merespons masalah yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak.
“Saya takut bila hak-hak rakyat yang milih saya justru diabaikan. Makanya harusnya berpikir positif,” urainya.
Terpisah, Rektor UIN Raden Intan Prof Mukri menyebutkan, Andi Surya dilaporkan civitas akademika UIN Raden Intan ke Polda Lampung terkait pernyataan sang senator.
Andi Surya menyebut kampus UIN sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi yang berbasis agama, namun justru menjadi sarang maksiat dan hasrat seksual oknum dosen.
Pernyataan Andi Surya menyoal terjadinya kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum dosen UIN Raden Intan pada salah satu mahasiswi.
”Pada hakekatnya, kami tidak menutup mata terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum dosen UIN Raden Intan. Semua kritik dan saran kami terima dan pasti akan kami tindaklanjuti,” tuturnya.
Karenanya, lanjut Mukri, pihaknya menyerahkan proses kasus ini ke aparat penegak hukum. Tentunya dengan mengedepankan azas praduga tidak bersalah.
”Tidak perlu berspekulasi dan mengada-ngada. Supremasi hukum harus dihormati dan dijunjung tinggi. Biarkan proses hukum berjalan dan kita percayai. Lagian masyarakat Lampung juga sudah sangat cerdas,” papar Mukri.
Yang keliru lanjut Ketua PWNU Provinsi Lampung tersebut adalah, ketika menggeneralisasi permasalahan yang terjadi. Misalnya ada kata-kata yang menyebut kampus UIN Raden Intan Lampung sarang maksiat.
”Itu jelas cara berpikir salah. Ibarat di suatu masjid ada sandal atau sepatu hilang, lalu disimpulkan jika masjid tersebut merupakan sarang copet atau pencuri,” terangnya.
Hal itulah yang membuat civitas akademika UIN Raden Intan mulai mahasiswa, dosen, karyawan beserta para alumni yang terdiri dari berbagai profesi dan tersebar di berbagai instansi di seluruh provinsi di Indonesia bahkan beberapa negara, merasa tercemarkan nama baiknya. Merasa terusik, harkat, dan martabatnya sehingga membawa persoalan ini ke ranah hukum.
”Untuk diketahui, saya sebagai pimpinan tertinggi di UIN Raden Intan tidak akan intervensi, apalagi ikut campur. Lebih-lebih memprovokasi. Sekali lagi, biar proses hukum yang akan membuktikannya,” pungkasnya. (*)